My First Love (Cerpen) ~ Freelance
Title : My First Love
Author : Qonitah
Rahmawati H
Genre : Friendship,
Romance
PG : 13
Note : Wajib Baca!! Anggaplah thypo itu sebagai hadiah dariku sebagai author and DON'T COPAS OR PLAGIAT!!!
~Happy Reading~
Cinta,
apa itu cinta? Aku fikir itu adalah sebuah kalimat klise, karena begitu banyak
definisi tentang cinta, bicara tentang cinta pasti tidak akan pernah terlepas
dari yang namanya cinta monyet, cinta brotosaurus ala Raditya Dika, dan cinta
SMA.
Bicara
cinta SMA atau sekarang lebih tren dengan nama Cinta Putih Abu-Abu, tapi
aku rasa itu tidak berlaku untukku karena
beberpa faktor yang sangat mempengaruhi terhambatnya Cinta Putih Abu-Abuku,
pertama aku bukanlah orang yang terlalu ambisius terhadap yang namanya pacaran
ataupun menjalin sebuah hubungan karena aku selalu menekankan pada diriku
sendiri bahwa ‘pacaran itu bukanlah hal yang harus aku kejar, itu tidak penting, ya
setidaknya itu bukanlah hal yang penting untuk saat ini’ , faktor kedua
mungkin karena aku memang tidak menarik tapi aku fikir itu bukanlah sebuah
kemungkinan lagi karena itu adalah sebuah kenyataan jadi itu bukan hal yang
mustahil jika cinta putih abu-abuku terhambat. Faktor ketiga mungkin karena aku
selalu dikelilingi oleh tiga pangeran tampan, tapi aku tidak akan pernah
menyangkal jika orang lain mengatakan aku adalah si cewek jomblo dan aku hanya
akan menanggapi mereka dengan kata-kata yang sangat jelas “Ini
pilihanku, dan ini yang disebut dengan sebuah pilihan hidup, mungkin untuk saat
ini pacaran bukanlah hal yang penting untukku tapi siapa yang tahu dengan masa
depan seseorang? Mungkin dimasa depan sesuatu yang aku anggap tidak penting itu
akan menjadi sangat penting untukku“ ya kira-kira seperti itulah
jawaban yang akan aku berikan pada mereka.
Kehidupanku sebagai remaja SMA tidak
terlalu buruk bahkan terkesan sangat datar, baiklah aku berbohong dengan
kata-kata tidak terlalu buruk, karena pada kenyataannya ini benar-benar petaka,
apa kau pernah mendengar kata-kata ini, semakin tinggi jenjang pendidikanmu
maka akan semakin tinggi pula ilmu yang akan kau dapat. Aku percaya dengan
kata-kata itu, sungguh... bahkan sangat percaya hingga rasanya aku nyaris
frustasi jika dihadapkan dengan soal-soal matematika, aku heran kenapa harus
ada matematika didunia ini, ini tahun ketigaku di SMA dan aku harus berusaha
lebih keras lagi untuk bisa mencapai targetku agar aku bisa lulus SBMPTN dan
diterima di universitas yang aku inginkan. Pagi ini pak Hendra memanggilku untuk datang ke
ruangannya, apa aku membuat masalah? Tapi aku fikir itu tidak mungkin, tanpa
aku sadari aku sudah berada tepat didepan ruangan pak Hendra dengan ragu-ragu
aku mengetuk pintu itu dan tidak beberapa lama kemudia ada suara yang mempersilahkan
aku untuk masuk keruangan itu.
“Permisi
pak...”
“Oh...
Kania, duduklah” ujarnya sambil menunjuk kursi yang berada tepat di hadapan
mejanya.
“Begini, kau sudah tahu bukan kenapa bapak
memanggilmu?” tanyanya dan aku hanya merespon dengan gelengan kepala, aku bisa
melihat wali kelasku ini menghembuskan nafasnya berat, terlihat seperti orang
yang putus asa.
“Kania, bapak tahu kau bisa disemua bidang,
tapi kenapa nilai Matematikamu begitu mengenaskan? Oleh karena itu Kania, bapak
sudah memutuskan, kamu belajar Matematika dengan Dirga. Menurut bapak dia yang
terbaik untuk mengatasi masalah kamu tentang Matematika” kata pak Hendra dengan
nada yang menunjukkan bahwa dia tidak
bisa dibantah. Tapi tunggu? Kenapa harus Dirga? Menurutku kemampuan Dodi
dalam Matematika tidak terlalu buruk. Menyebalkan...
“Maaf
pak sebelumnya tapi bisakah saya belajar matematika dengan orang lain saja? Karena saya yakin 100% dia akan terus mengolok-olok saya
jika dia tahu saya meminta bantuan darinya” ujarku dengan tampang yang sedikit
memelas.
“Anak ini, memang siapa lagi yang menurutmu pintar
dan bisa mengajarimu matematika selain dia? Lagi pula saya rasa hanya dia yang
bisa, teman-temanmu yang lainnya pasti sedang sibuk untuk mempersiapkan diri
untuk UN dan SBMPTN, sudahlah tidak ada orang lain lagi yang akan mengajarimu.
Kau tahu semua orang sedang sibuk, mungkin dia bisa mengubahmu menyukai
pelajaran ini dan bisa menaikkan nilaimu yang sangat MENGENASKAN” ujar pak
Hendra dengan tangan yang bersedekap didepan dada dan menekankan kata-kata
terakhir pada kalimatnya.
“Tapi
pak, mana mungkin dia akan semudah itu untuk setuju mengajari saya matematika?
“ tanyaku dengan wajah yang terlihat sangat frustasi.
“Emmm,
sebenarnya bapak sudah mengatakan langung padanya, dan dia bilang dia akan
memikirkannya”
“Baiklah
pak terima kasih, mungkin saya rasa saya juga akan memikirkannya” jawabku dan
bersiap untuk kembali ke kelasku, sekilas aku dapat melihat ekspresi pak Hendra
yang sedang menggeleng frustasi menanggapi sifatku yang keras kepala.
“Dan
Kania, jika kau butuh bantuannya dia ada di perpustakaan seusai jam pulang
sekolah” astaga pak Hendra, apa aku harus belajar matematika dari orang yang
begitu menyebalkan didunia ini? Kau tidak akan percaya jika aku menyebutnya
sebagai IBLIS, karena iblis mana yang selalu di agung-agungkan dan digilai oleh
banyak murid di sekolah, tapi pada kenyatannya dia memang benar-benar iblis
mungkin lebih tepatnya pangeran kegelapan. Aku benar-benar meratapi nasibku, benar-benar
kesialan, masa akhir SMA yang tragis dan memprihatinkan.
Aku berjalan dengan gontai menuju kelasku, tapi
langkahku terhenti saat melihat sang pangeran kegelapan memasuki lapangan
basket sambil mendribble bola dengan salah satu tangannya, jujur aku
mengaguminya aku tidak tahu sejak kapan, tapi aku benar-benar mengaguminya, dia
Dirga tetanggaku yang sangat menyebalkan, kami sudah berteman sejak kecil
sebenarnya, tapi jika untuk meminta bantuan aku akan lebih memilih meminta
bantuan pada dua sahabatku lainnya Dodi dan Dhani, dua orang pasangan yang
menjijikkan, oh... baiklah, aku akan jujur sebenarnya Dodi dan Dhani bukanlah
pasangan, tapi aku dan Dirga lebih menyukai menyebut mereka seperti itu.
“Matamu
akan keluar, jika kau terus menatapnya seperti itu, apa kau tidak memiliki
objek lain selain Dirga? “ astaga, apa-apaan orang ini? Aku menatap orang yang
sekarang berdiri dihadapanku dengan tatapan jengah, dan sedikit jengkel
“Bisakah kau diam Dhani, dan berhentilah mengatakan jika aku sedang menatap
Dirga!, haishhhh... kau benar-benar bermulut ember” ujarku dengan suara yang
sedikit meninggi dengan kekesalan yang berada dititik maximum. “Ada apa
denganmu? Disini bahkan tidak ada orang, dan aku mengatakannya dengan suara
yang pelan bahkan nyaris tidak terdengar. Ayo ceritakan padaku, bukankah kau
yang mengatakan sendiri, aku adalah tong sampah untuk semua keluh kesahmu”
ujarnya dengan senyuman yang sangat menawan, aku akui ketiga sahabatku adalah
sekelompok murid populer disekolah ini, dan semua siswa lebih menyukai menyebut
mereka 3D atau yang paling keren menurutku yaitu saat teman-teman sekelasku
menyebut mereka dengan sebutan bodyguard
Kania kekeke... bukankah itu keren?
“Dhani...
ajarkan aku Matematika” ujarku dengan nada suara yang terdengar sangat putus
asa “Kau sakit Kania? Emm... aku fikir kita sama-sama tahu jika kita memiliki
kelemahan yang sama, bagaimana dengan Dodi atau mungikin Dirga, aku fikir
mereka lebih baik dibidang Matematika dibandingkan aku, bahkan Dirga yang
terbaik” ujar Dhani dengan diiringi senyum menggodanya saat dia menyebut nama
Dirga didepanku, menyebalkan... hari ini sudah dua orang yang meyarankanku
untuk belajar dengan Dirga, tapi... apa Dirga mau? Aku yakin dia pasti mau,
bukankah selama ini apapun keinginanku selalu Dirga turuti? Walaupun aku harus
mendapatkan ejekan darinya terlebih dahulu.
****
Sinar
Cahaya keemasan ufuk timur mulai menyerbu kedalam kabut putih yang menyelimuti
kota Bandung dengan hawa dingin yang sedikit menusuk namun tergantikan dengan
kehangatan yang menembus kaca jendela kamarku, berusaha menaikkan temperature
udara menjadi lebih hangat. Aku melangkah dengan gontai menuju kamar mandi
milikku, bersiap secepat mungkin agar aku tidak terlambat hari ini. Aku
berjalan menuju garasi mobilku, sambil bersiul layaknya seseorang yang sedang
merasakan kemenangan dan begitu menikmati hidupnya, aku berencana untuk
menyetir sendiri hari ini. “Kania!!” aku menolehkan kepalaku kesisi kanan dan
menemukan ketiga sahabatku yang ternyata menjemputku mereka menggunakan mobil
yang berbeda hari ini, tidak seperti biasanya yang hanya membawa mobil sedan
yang memang cukup untuk kami berempat, aku melangkahkan kakiku kearah salah
satu mobil yang aku pastikan tidak memiliki penumpang, sebuah mobil sport
dengan lambang kuda jingkrak berwarna merah, yaitu mobil ferari milik Dirga,
sedangkan Dhani dan Dodi menaiki mobil BMW 135i milik Dodi, benar-benar tipekal
orang pamer, Dodi medapatkan mobil barunya minggu lalu hadiah dari ulang
tahunnya yang ke 17 tahun. Aku heran dengan hobi mereka bertiga yang sangat
suka sekali memeras uang orang tua, mereka fikir mencari uang itu semudah
mereka menarik nafas ckckck, untung saja mereka ini anak orang kaya, jika
kalian berfikir aku ini berbeda dari mereka, kalian salah karena pada
kenyataannya kami berempat dibesarkan dari kalangan keluarga yang sama, tapi
bedanya aku lebih menghargai apa yang orang tuaku berikan karena aku sadar aku
sangat beruntung. Selama perjalanan aku dan Dirga lebih memilih diam tanpa satu
katapun yang keluar dari mulut kami, aku terhanyut dalam alunan musik favorite
kami, lagu Everyday I Love You milik Boyzone, sedangkan laki-laki yang sedang
mengemudikan mobilnya masih tetap fokus menatap jalan raya didepannya. “Emm...
Dirga, boleh aku meminta bantuanmu?” tanyaku dengan mimik wajah sedikit ragu
“Katakanlah, bukankah kau selalu mendapatkan apa yang kau inginkan dariku?”
jawabnya dengan tatapan yang masih fokus menatap jalan raya “Hehehe... Dirga
ajarkan aku Matematika ya? Kau maukan, mengajarkan aku Matematika dan
membantuku untuk mengerjakan tugas matematikaku?” ujarku sambil menangkupkan
kedua tangan didepan wajahku, seperti posisi orang yang sedang memohon, oh...
ayolah, aku rasa mood Dirga hari ini cukup baik, lihatlah buktinya sekarang
bahkan dia tidak mengejekku ketika aku meminta bantuan darinya. “Datanglah ke
perpustakaan seusai jam pulang sekolah nanti, aku akan mengajarimu matematika”
ujarnya sambil tersenyum, ini adalah suatu keberuntungan untukku, kalian tidak
akan percaya jika aku mengatakan bahwa Dirga jarang tersenyum bahkan dengan kekasihnya
sekalipun, dia hanya akan tersenyum jika dihadapan kami bertiga, entahlah tapi
aku suka dengan kenyataan itu.
Kami
tiba disekolah tepat 5 menit sebelum bel masuk berbunyi, aku bisa melihat
beberapa perempuan yang menatap iri padaku, tapi memang aku perduli? Maka
jawabannya adalah TIDAK. Aku merasakan seseorang merangkul bahuku, tanpa
menoleh siapa yang merangkulku, akupun sudah tahu jawabannya “Dodi!!
Berhentilah berperilaku sesukamu, rangkulah pasangmu dan jangan merangkul
perempuan sembarangan” ujarku dengan suara yang sedikit meninggi, tapi tidak
berusaha melepaskan rangkulan Dodi, karena semakin aku berusaha melepaskannya,
dia akan semakin berperilaku seenaknya. “Pasangan? Siapa Kania? Dan perempuan,
maksudmu kau seorang perempuan?” ujarnya dengan pertannyaan yang bertubi-tubi
dan terdengar ragu saat mengatakan aku adalah seorang perempuan “kau yakin kau
seorang perempuan? Menurutku kau seorang perempuan yang... ah entahlah aku
bahkan tidak tahu bagaimana mendeskripsikanmu. Mirip manusia pun tidak. Kamu
lebih mirip iblis hahahaha... lebih tepatnya wanita iblis bukankah begitu
Dhani? Kita memiliki dua setan peliharaan” ujarnya dengan tawa yang terdengar
sangat sumbang, dan tidak lama kemudian sebuah jitakan telah mendarat dengan
mulus dikepala Dodi, hahaha... aku tahu itu pasti ulah tangan Dirga. Tapi aku
heran dengan ulah Dodi, dia membuat pertannyaan sendiri lalu menjawabnya
sendiri, dasar laki-laki aneh... karena itu aku lebih senang berbicara dengan
Dhani dari pada dengannya, tapi tidak bisa dipungkiri aku juga senang berteman
dengannya. “Ayo Kania, Dodi berhentilah merangkulnya seperti itu” ujar Dirga
sambil melepaskan rangkulan Dodi di pundakku, sedangkan Dodi hanya menaikkan
bahunya sekilas sebagai respon, kami sudah sampai didepan kelasku dan kebiasaan
mereka akan berlangsung lagi hari ini, mereka akan mengacak rambutku sebelum
mereka pergi kekelas mereka masing-masing, menyebalkan aku harus menata ulang
rambutku setelah ini, aku pernah bertannya pada mereka tetang kebiasaan mereka
bertiga yang satu ini, dan dengan kompak mereka akan menjawab “Karena kau yang paling lucu” astaga
jawaban apa itu? Ckckckc...
Seusai
jam pelajaran aku benar-benar datang ke perpustakaan, aku sudah bertekad untuk
bisa matematika, aku menunggu Dirga cukup lama, karena bosan aku
mengetuk-etukkan pensilku ke meja hingga menimbulkan suara, sesekali aku
melihat jam di pergelangan tangan kiriku, tiba-tiba ponselku berdering
menandakan ada pesan yang masuk ‘Kania kau dimana? Kau tahu kami tadi kerumahmu,
dan ibumu bilang kau belum pulang, kami sekarang sedang dalam perjalanan untuk
menemani Dirga, karena tiba-tiba Lucy ingin bertemu’
Ini
benar-benar keterlaluan, Dirga membuatku menunggu selama 2 jam di perpustakaan,
sedangkan dia pergi bersama kekasihnya, dengan cekatan aku membalas pesan
singkat dari Dodi.
‘Katakan pada Dirga, aku tidak akan memaafkannya
karena dia telah membuatku menunggu selama 2 jam diperpustakaan’.
Tidak lama kemudia ponselku berdering lebih nyaring, tanpa
harus menjadi peramal pun aku tahu siapa orang yang menelphone ku, dia orang
yang membuatku menunggu di perpustakaan selama 2 jam. Aku memutuskan untuk
tidak mengangkat telphone darinya dan mencabut baterai handphoneku.
****
Laki-laki
bernama Rian itu masih berada dialam bawah sadarnya saat suara ketukan pensil
yang diketukkan kemeja secara pelan namun pasti membangunkannya. Bukan suara
yang menarik untuk didengar bahkan lebih tepatnya menggangu dan suara itu
membuat laki-laki itu benar-benar terbangun.
Laki-laki
itu lebih memilih tidur diperpustaka setelah tadi malam terjaga karena
bertanding game dengan salah satu rival terkuatnya disemua bidang. Dia mungkin
siswa tingkat akhir sama seperti seorang gadis yang sedang menatap bingung
laki-laki itu. Buku yang pria itu gunakan untuk menutup wajahnya terjatuh
perlahan. Membuat mata yang dibingkai dengan bulu mata yang terlihat panjang
dan lentik itu terbuka sedikit demi sedikit, dan pemandangan pertama yang dia
lihat adalah wajah wanita yang duduk tidak jauh darinya. Cantik, dan... wajah
wanita itu terlihat lebih bersinar karena posisi duduknya yang tepat menghadap
cahaya. Kulitnya putih, seperti susu. Dan bagian yang paling laki-laki itu
suka. Dahinya, gadis itu menarik seluruh poninya kebelakang dan dijepit dengan
jepitan hitam polos diatas kepalanya. Tipe ideal seorang Rian yang seluruhnya
terdapat pada wanita itu. Sebenarnya
semua tipe ideal Rian sama seperti tipe ideal rivalnya yaitu Dirga dan Rian
sangat tahu betul siapa gadis yang kini berada didalam jarak pandanganya, dia
gadis yang membuat Dirga gila. Ckckck
“Kalau saja kalkulus tidak pernah ada…” kata
gadis itu mulai melantur, karena putus asa dengan nilai-nilai matematikanya
yang mengenaskan.
“Aku
bertaruh Leibniz akan menuntutmu kalau itu benar-benar terjadi.”gadis itu
menatap
laki-laki yang duduk tidak terlalu jauh darinya terkejut. Pria itu masih berada
diposisi awalnya, hanya saja buku yang menutup wajahnya tadi sudah tidak lagi
berada ditempat semula.
Leibniz
yang Rian maksud adalah laki-laki yang mengembangkan semua teori dan konsep
dasar kalkulus dan dianggap sebagai penemu ilmu yang menurut Kania sangat
mengerikan itu, sebenarnya Kania tidak akan beranggapan seperti itu kalau saja
nilai matematikanya tidak semengenaskan itu.
Rian
tentu bukan orang bodoh karena tahu hal tidak biasa seperti itu. Walaupun Kania
sebenarnya tidak mengerti sama sekali dan tidak tahu siapa nama orang yang
disebut laki-laki itu.
Hanya
ada satu pikiran melintas saat mata gadis itu menangkap wajah Rian. ‘Berapa tahun yang aku sia-sia tanpa
mengenal pria ini, atau aku yang terlalu banyak bergabung dengan tiga pangeran
setan hingga aku tidak mengetahui ada malaikat disekitarku’
Gadis
itu sering melihat pria tampan dan biasanya berakhir dengan tidak peduli lalu
lupa dan tidak ingin untuk berusaha mengingatnya lagi tapi tentu saja
pengecualian untuk ketiga pangeran setannya. Tapi sepertinya kesan itu juga
tidak akan berlaku untuk pria didepannya ini.
Pria
itu seperti… mannequin. Patung yang dipahat dengan baik dan ditempatkan di
swalayan-swalayan terkenal untuk memperagakan baju bermerek. Kulitnya putih,
dia memiliki mata bulat yang jernih terlihat sangat imut. Pertama kalinya dia
melihat seseorang dengan wajah seperti itu. Sangat tampan sekaligus imut.
Rian
menegakkan tubuhnya, masih memperhatikan gadis yang duduk disebrang meja yang
ia duduki. Dia menggerakkan jari telunjuk dan tengahnya bersamaan menyuruh
gadis itu menghampirinya. Sedangkan gadis itu masih diam dan berpikir keputusan
mana yang lebih tepat. Kabur dari sini atau mengikuti perkataan pria asing itu.
Tentu saja kabur, 99% kemungkinannya adalah pria itu memanggil untuk menjitak
kepalanya karena sudah mengganggu tidurnya.
Gadis
itu bangun dari duduknya, merapikan buku tergesa-gesa dan baru saja akan kabur
saat suara laki-laki itu menghentikannya.
“Bawa
kemari tugasmu dan apa kau mau jika aku mengajarkanmu kalkulus?” gadis itu
membalikkan tubuhnya takut, melihat wajah laki-laki itu tidak yakin. Kalau
kabur dia pasti akan ditangkap dengan mudah. Kemampuan fisiknya sangat payah.
Lagipula pria itu memintanya untuk membawa tugasnya. Anggap saja dia orang baik
yang mau menyelesaikan soal kalkulusnya.
“Kau bercanda? Tentu aku mau, aku tidak akan
melewatkan kesempatan ini” ujar kania dengan suara yang terdengar sangat
bersemangat. Bagaimana tidak? Ini adalah sebuah keberuntungan karena setidaknya
ia bisa belajar materi matematika meskipun bukan dengan Dirga.
Kania
berjalan menghampiri pria itu dan menaruh buku ditangannya dihadapan laki-laki
itu, lalu duduk tepat dihadapan laki-laki yang baru saja menawarkan akan
mengajarkannya materi kalkulus yang begitu memusingkan. Duduk manis disana
tanpa mengatakan apapun. Laki-laki itu
meliriknya sekilas, kemudian mengambil kertas soal yang diselipkan disalah satu
buku gadis itu. Membaca seluruh soal lalu mulai mencari jawaban soal-soal itu.
Kania menatap laki-laki yang sedang mengerjakan tugasnya itu terkagum-kagum,
berpikir darimana seseorang sepertinya bisa muncul. Selain tampan dia juga
pintar sepertinya, ternyata masih ada laki-laki yang setara dengan Dirga.
Laki-laki
itu menyelesaikan seluruh soal itu dalam waktu 10 menit, dia meletakkan penanya
di atas meja lalu berjalan
kearah rak buku yang berisi deretan buku-buku matematika,
tanpa berfikir panjang dan seolah-olah laki-laki itu memang telah mengetahui
semua isi buku itu dia menarik salah satu buku dengan sampul orange dan memberikannya pada Kania,
melihat Kania dengan jarak yang jauh lebih dekat.
“Tugasmu
sudah selesai dan aku fikir
buku ini sangat cocok untuk mu” ujarnya pelan lalu kembali menegakkan
tubuhnya, setelah menyerahkan buku bersampul orange itu pada Kania laki-laki
itu merogoh isi tasnya dan meyerahkan sebuah buku dengan motif kotak-kotak.
Mungkin bisa dikatakan
bahwa itu adalah buku catatannya.
“Te...
terima kasih, kau yakin akan meminjamkan buku catatanmu padaku?” kata Kania
gugup. Bukankah
seharusnya pertemuan pertama seseorang itu jangan terlalu menyusahkan orang
lain? Lalu apa yang dilakukan gadis itu sekerang, dia bahkan telah terlalu
banyak merepotkan laki-laki dihadapannya ini.
“Aku
bukan orang yang melakukan sesuatu tanpa imbalan, jika kau mau tahu, dan ya...
aku yakin akan meminjamkan catatan milikku padamu karena aku yakin kau akan
lebih mengerti jika menggunakan itu” Ujar laki-laki itu sambil menyeringai, dan
Kania tahu benar ciri-ciri ini, karena terkadang Dirga, Dhani, bahkan Dodi
sering melakukannya. Kania mengangkat kepalanya melihat wajah pria itu yang
terlihat sangat mempesona dengan senyumannya itu.
“
Besok pulanglah bersamaku saat jam pelajaran berakhir, dan beri tahu siapa
namamu” ujar laki-laki itu dengan diiringi sebuah senyuman.
“Ak...
aku... aku Kania, tapi maaf aku tidak di izinkan untuk pergi dengan siapapun kecuali bersama ketiga sahabatku”
ujar gadis itu dengan sedikit tergagap dan berusaha menunjukkan wajah penuh
penyesalan terbaik miliknya.
“
oh... baiklah, sebenarnya aku kecewa jadi maukah kau membayarnya besok, dengan
pergi makan siang bersamaku mungkin?” kata laki-laki itu membuat sebuah penawaran,
Kania menganggukkan kepalanya sebagai tanda setuju, laki-laki itu pun beranjak
dari tenpat duduknya dan berjalan menuju pintu keluar perpustakaan.
“
jika kau ingin tahu, namuku Rian” ujar laki-laki itu dengan hanya menolehkan
kepalanya dan menghilang dibalik pintu perpustakaan yang sudah tertutup.
****
Alih-alih bersemangat untuk berangkat menimba ilmu demi
kebaikanku di masa depan. Aku justru bersikeras untuk tidak masuk kesekolah
dengan dalih bahwa aku sakit tapi sepertinya ibuku terlalu pintar membaca raut
wajahku atau mungkin karena aku yang tidak memiliki bakat acting
sedikitpun hingga membuat ibuku tidak
percaya dan mulai memeriksa kondisi tubuhku.
“Badanmu tidak panas, wajahmu bahkan terlihat fresh dan tidak
pucat sama sekali. Jangan mencoba untuk berbohong Kania, kau lupa kalau mama mu
ini seorang Dokter?”ujar ibuku sambil memeriksa keadaanku dan menempelkan
tangannya ke keningku lalu tersenyum, senyum yang bisa membuatku takut, kenapa
mama harus tersenyum seperti itu? Senyumnya benar-benar terlihat familiar,
oh... tentu saja itu jenis senyum yang sama yang selalu ditunjukkan Dhani ketika
dia memiliki ide jail untuk menyiksaku. “Ma berhentilah tersenyum seperti itu,
kau membuatku takut. Apa kau sedang merencanakan sesuatu, hingga tersenyum
seperti itu?” pertannyaan retoris itu tiba-tiba muncul di benakku “Bukankah kau
tidak enak badan? Baiklah mama akan mengijinkanmu izin untuk hari ini, dan
sepulang sekolah nanti mama akan menghubungi Dirga agar mengajarkan semua mata
pelajaran yang ada hari ini” ujar ibuku
dengan tawanya yang membahana, astaga... ibuku benar-benar fans nomor satu
seorang Dirga, kenapa dia lebih menyayangi Dirga dibandingkan aku, benar-benar
menyebalkan. Aku menyerah, dan memilih untuk pergi ke sekolah hari ini,
bukankah jika aku izin hari ini ibuku akah mengundang Dirga kerumah? Jadi apa
bedanya sekolah ataupun tidak aku akan tetap bertemu dengannya. Benar-benar
sebuah kutukan.
Aku sampai di sekolah tepat 10 menit sebelum bel masuk berbunyi,
aku menggunakan mobilku hari ini, sengaja agar tidak berangkat bersama ketiga
sahabatku, aku sedang menghindari Dirga, aku kesal karena dia membuatku
menunggu selama 2 jam diperpustakaan karena dia berjanji untuk membantu tugas
Matematika milikku yang kemarin sudah dikerjakan oleh Rian, tapi ternyata dia
lebih memilih menemani Lucy berbelanja dibandingkan mengajarkan sahabatnya
matematika, benar-benar keterlaluan.
“Kania!!” tanpa menoleh pun aku tahu siapa yang berteriak-teriak
seperti orang hutan itu, pasti Dhani dan pasangannya Dodi “Kania, kau tahu tadi
kami kerumahmu, dan ibumu bilang kau menyetir sendiri hari ini, jadi kami
memutuskan pulang sekolah nanti Dirga akan menyetir mobilmu, dan kau akan
pulang bersamanya sedangkan kami__” aku memotong ucapan Dhani dengan nafas yang
memburu “Berhentilah berbicara!! Dan aku akan menyetir mobilku sendiri, tanpa
Dirga, kau ataupun Dodi. Kalian menyebalkan!” ujarku sambil berteriak dan
segera berlalu melewati mereka menuju kelasku. tanpa terasa tetesan bening itu
meluncur dari sudut mataku, jadi ini yang namanya cemburu, rasa marah ketika
kau melihat ataupun mendengar bahwa orang yang kau sukai lebih memilih orang
lain. Ternyata sangat menyakitkan, aku tidak pernah berfikir rasanya akan
semenyakitkan ini.
****
Dua pria yang baru saja dibentak Kania hanya
terbengong-bengong melihat kelakuan Kania yang tidak seperti biasanya, meskipun
kania semarah apapun pada mereka bertiga dia tidak akan mendiamkan
sahabat-sahabatnya tapi kali ini gadis itu melakukannya.
“Katakan pada Dirga, dia harus bertanggung jawab, dan
dapatkan maaf Kania” ujar Dhani yang memerintah sahabatnya “Kenapa harus aku?
Bukankah kau bisa melakukannya sendiri” tak dihiraukan aksi protes dari
pasangannya Dhani berlalu dari hadapan Dodi dan berjalan menuju kelasnya
“Bukankah kau yang sekelas dengannya Dodi” ya itulah kata-kata yang Dhani
ucapkan ketika ia melewati Dodi tadi.
Aneh, ya satu kata itulah yang dapat menggambarkan suasana
meja yang diduduki ketiga sahabat itu saat ini, aneh karena satu-satunya
perempuan yang selalu bersama mereka saat makan siang kini tengah duduk berdua
dengan Rian laki-laki yang jelas-jelas rival dari sahabatnya, Dirga
menatap mereka dengan tatapan yang
begitu menyiratkan ketidaksukaan tangannya mulai mengepal, wajahnya mulai
memerah hingga ketelinga, matanya berkilat marah melihat gadis yang ia sukai
begitu dekat dengan orang yang baru saja dikenalnya, memang sejak kapan Kania
mudah dekat dengan orang lain?
“Aku akan kerumah Kania nanti, kalian ikut?” ujar Dirga
tiba-tiba dengan tatapan yang masih tertuju pada bangku yang hanya berkelang 2
meja dari tempat duduknya saat ini, sedangkan kedua orang yang ditanya dengan
kompak hanya menggelengkan kepala mereka sebagai respon, entahlah apa maksud
dari gelengan kepala itu, gelengan kepala karena merasa geli melihat tingkah
Dirga atau gelengan kepala sebagai tanda mereka tidak ikut berkujung kerumah
Kania, tapi sepertinya itu gelengan kepala untuk kedua alasan itu.
Ketiganya melanjutkan makan siang
tanpa suara karena pada dasarnya mereka bertiga tengah memikirkan satu-satunya
perempuan yang sedari kecil selalu bergabung bersama mereka dan sekarang tengah
duduk bersama laki-laki lain. Mereka bertiga benar-benar mirip seperti
laki-laki patah hati hanya karena tidak makan siang bersama Kania? Yang benar
saja.
To: My K
Aku mohon maafkan aku Kania…
From: My K
Jangan ganggu aku, aku ingin mengobrol
dengan Rian!!!
To: My K
Aku mohon, menolehlah…
From: My K
Kekanak-kanakan…
Setelah
berkirim pesan dengan Kania di kantin tadi dan mendapatkan respon yang tidak diinginkan,
bahkan sekarang Dirga tidak focus dengan pelajaran yang diajarkan pak Hendra.
“Hei…
apakah disini tengah terjadi sebuh kesalahan? Bagaimana mungkin seorang Dirga
melamun?” ujar Rian sengan suara jahil sambil menyenggol bahu teman sebangkunya
itu.
“Kau menyebalkan,
kenapa kau menyeret Kania untuk makan siang denganmu? Bukankah biasanya kau
bersama dengan anggota klub sepak bolamu itu?”
“Hoho…
tolong kau perbaiki kosa katamu, aku tidak menyeret Kania, dan aku fikir aku
tertarik dengannya”
“Menyebalkan”
Perdebatan yang tidak penting itupun
berakhir dengan kekesalan Dirga dan
bunyi bel pulang yang terdengar nyaring hingga membuat seisi kelas riuh karena
menyambut dengan suka cita berakhirnya jam sekolah hari ini. Dirga berjalan
dengan terburu-buru menuju keparkiran dan menemukan sosok yang ia cari yaitu
Kania.
“Kania... kau mau memaafkanku bukan?”
ujar seorang laki-laki sambil mengikuti kemanapun Kania pergi bahkan kali ini Dirga menarik-narik bagian
belakang ujung seragam sekolah yang dikenakan Kania layaknya seorang anak kecil
yang takut tersesat ditengah kerumunan orang-orang.
Gadis itu
menoleh secara tiba-tiba dengan wajah yang terlihat mengerikan “Kau harus
membayar waktu 2 jam ku yang terbuang karena menunggumu Dirga” ujar gadis itu dengan nada dinginnya
“Baiklah-baiklah aku akan membayarnya, es krim? Taman hiburan? Bermain hujan?
Mana yang kau pilih?” ujar laki-laki itu dengan ringannya dan itu semakin
membuat gadis yang ditanya semakin meradang karena kesal melihat ulah
sahabatnya yang selalu mempermainkannya.
“Dasar pangaran kegelapan bodoh yang
penuh jerawat! Jelek! Sok tampan! Sok keren!” ujar gadis itu sambil berlalu
meninggalkan Dirga yang masih mematung didekat mobil milik Kania, dan masih
berusaha mencerna semua kata-kata makian dari sahabatnya.
“Apa
benar aku berjerawat? Seingatku kulitku paling mulus” ujar laki-laki itu sambil
meraba bagian pipinya, dan setelah ia sadar semua yang dikatakan oleh
sahabatnya itu ada yang berupa kebongan ia langsung tersadar dan mulai mengejar
Kania.
“apa? ulangi sekali lagi!” Dirga
melototkan matanya tapi itu sama sekali tidak membuat Kania takut justru dengan
santainya gadis itu duduk dibalik kemudinya. Dan meninggalkan
Dirga begitu saja diparkiran.
*****
Jam
telah menunjukkan pukul 3 siang dan seharusnya saat ini Kania tengah berkutat
dengan alat music tapi apa yang dia lakukan sekarang? Duduk di depan televisi dan
jangan lupakan seorang laki-laki yang terus saja mengekorinya kemanapun. Kania menonton acara
favoritnya tanpa merasa
perlu untuk menanggapi seseorang yang kini tepat berada didepannya dan
mengganggu kegiatan menontonnya, benar-benar telihat seperti seorang anak kecil
yang mencari perhatian terhadap ibunya. Ckckck...
“Pulanglah, kau seharusnya pulang
Dirga, aku sudah mengusirmu” Kania bangkit dari duduknya menuju dapur. Dirga
hanya menatap kepergian Kania dengan tatapan yang sulit di artikan dan sesaat
kemudia menghembukan nafasnya dengan sedikit kasar. Dia tidak memperdulikan kemarahan dan kata-kata Kania yang mengusirnya
tadi justru sekarang laki-laki itu sedang asyik bermain dengan PSP kesayangannya
disofa yang tadi sempat diduduki Kania. Benar-benar tipe laki-laki menyebalkan
bukan?
“Astaga, kau masih disini? Sebenarnya
apa yang ingin kau ketahui? Sebenarnya kau tahu bukan, aku sudah tidak marah
lagi? Jadi apa yang ingin kau ketahui?” ujar Kania dengan memberikan begitu
banyak pertannyaan sedangkan yang diberi pertannyaan hanya melihat sekilas
lawan bicaranya tersebut.
“Membosankan, kita hanya akan
bermusuhan untuk beberapa jam saja? Tadinya aku fikir mungkin aku harus
membelikanmu satu truk es krim terlebih dahulu untuk mengemis kata maaf darimu” ujar laki-laki itu dengan ekspresi antara
terkejut dan sedih yang kentara sekali dibuat-buat “Siapa yang membantu tugas
matematikamu, kenapa kau bisa mendapatkan nilai sempurna?” ujar laki-laki itu
dengan tatapan mengintrogasi, tatapan yang menunjukkan ketidaksukaan karena
gadis yang ia sukai mendapatkan bantuan dari orang lain dan bukan darinya.
“Hanya itu yang ingin kau tanyakan?”
ujar gadis itu sambil menatap lawan bicaranya “Ya, hanya itu” ujar laki-laki
itu dengan tatapan yang terlihat sangat mengintimidasi “Rian yang membantuku
mengerjakan tugas matematika, kau tahu wajahnya terlihat sangat imut, dan saat
itu juga aku baru sadar ternyata aku terlalu banyak menghabiskan waktu bersama
kalian” ujar gadis itu diiringi dengan sebuah senyuman manis. Dirga benar-benar
kehilangan mood untuk melanjutkan pembicaraan oleh karena itu dia lebih memilih
diam dan hanya menanggapi ocehan gadis itu dengan deheman.
“Oh... aku lupa aku harus ke taman
Dhani pasti sudah menungguku, kau mau ikut?” ujar gadis itu lagi sedangkan
lawan bicaranya hanya menggelengkan kepalanya sebagai respon dengan tatapan
yang masih fokus dengan game yang dimainkannya.
“Aku pergi Dirga, kau harus menjaga
rumahku dan tenang saja aku tidak akan lama” ujar gadis itu sambil berlari
menuju pintu keluar rumahnya dan hanya direspon dengan deheman oleh laki-laki
yang kini tengah berbaring dengan nyaman diatas sofa sambil memainkan game yang
berada di PSP miliknya.
****
“Konon… sebuah legenda mengatakan ada sebuah kisah
cinta. Kisah cinta seorang gadis, Mary dan seorang pria gagah bernama
James. Mary jatuh cinta hanya karena mendengar suara alunan musik yang
dimainkan oleh si Pria. Mereka jatuh cinta dalam diam dan tak tahu asalnya.
Mereka tak mengenal. Mereka hanya mengenal alunan musik dan tak pernah bertemu.
Tetapi mereka jatuh cinta. Jatuh cinta karena Tuhan memberi mereka takdir
demikian” aku menutup novel yang aku baca
dan menoleh kesisi kananku, sebenarnya kami tidak memiliki sesuatu yang ingin
dikatakan. Hanya saja ini adalah sebuah rutinitas yang selalu aku dan Dhani
lakukan setiap sore yaitu menunggu matahari terbenam.
. “Aku ingin Tuhan
mengirimkan alunan musik yang hanya dapat didengar olehku dan membuatku jatuh
cinta tanpa alasan… bukankah Tuhan baik?” bisikku sambil menatap langit.
“seperti Mary and James…
aku ingin seperti itu, bagaimana menurutmu Dhani? Bukankah itu sangat keren?”
ujarku sambil menatap Dhani yang duduk tepat disamping kananku. Berharap
agar suatu saat nanti aku dapat menemukan James milikku.
“keluarlah
dari dunia fantasimu Kania, kau bahkan telah mendapatkan tiga pangeran tampan
disisimu yaitu, aku, Dodi, dan Dirga. Oh... maksudku kau bahkan sudah
mendapatkan Jamesmu, tanpa kau sadari Kania” Ujar Dhani dengan percaya dirinya
sambil tersenyum, oh... baiklah mereka memang pangeran tampan, tapi aku tidak
akan pernah mau untuk mengakuinya didepan mereka langsung, karena aku yakin
mereka akan membuat topik itu sebagai bahan ejekan mereka untukku. Tapi
benarkah aku sudah mendapatkan james milikku? Siapa James milikku yang Dhani
maksud? Apakah kami saling mengenal?
“ Hai... apa yang kalian bicarakan?
Kalian tahu kalian terlihat sangat mesra” ujar Dodi sambil menepuk pundakku dan
Dhani secara bersamaan “Kami hanya membahas tentang kisah cinta Mary dan James,
lalu Kania mengukir sebuah harapan dibangku kayu yang sedang kita duduki ini,
lihatlah Dodi” ujar Dhani sambil menunjukkan kata-kata yang diukir olehku. ‘aku ingin Tuhan mengirimkan alunan musik yang
hanya dapat didengar olehku dan membuatku jatuh cinta tanpa alasan… bukankah
Tuhan baik? Kania, 17 tahun’
“Hahaha... Kania keluarlah dari dunia
fantasimu dan nyatakan perasaanmu pada Dirga, lalu semua masalah akan selesai”
ujarnya dengan tertawa terbahak-bahak sedangkan Dhani hanya mengangguk-anggukan
kepalanya sebagai respon. “Aku tidak mau!! Lagi pula Dirga sudah memiliki
kekasih” ujarku sambil sedikit meninggikan intonasi suaraku dan melemah di
akhir kalimatku. “Bagaimana jika kita membuat taruhan” ujar Dhani tiba-tiba
“Taruhan?” ujarku dan Dodi secara bersamaan “Ya, taruhan... dengan koin ini bagaimana?
Jika kepala, Kania harus menyatakan perasaannya pada Dirga dan jika ekor, kita
berdua akan memebelikanmu es krim satu truk” ujar Dhani membuat sebuah
penawaran, sebenarnya aku ingin sekali menolak, tapi harga diriku akan jatuh
jika aku tidak menyanggupi tawaran dari Dhani. “Ok, aku setuju!!” ujar Dodi
dengan nada yang terdengar sangat bersemangat.
“Apa-apaan itu, bagaimana mungkin
hanya dengan koin resiko yang harus aku tanggung begitu berat” ujarku berusaha
menolak taruhan konyol yang dibuat oleh Dhani. “Lalu bagaimana dengan kami
berdua, kami harus membelikanmu es krim satu truk jika kami kalah, itu adil”
ujar Dodi mulai membela pasangannya “Adil dari mana? Setidaknya kalian memiliki
uang yang banyak untuk membelikanku es krim satu truk. Sedangkan aku, aku harus
mendapatkan stok harga diri dari mana lagi?” ujarku masih masih berusaha
mempertahankan pendapatku. “Aku tidak mau tahu, 2 lawan 1, kami yang menang.
Dhani ayo lempar koin milikmu itu” ujar Dodi memberikan perintah dan ketika
koin itu dibuka, oh... betapa sialnya aku, sepertinya aku benar-benar harus
mencari stok untuk harga diriku.
******
Hari ini adalah hari yang ditentukan
oleh Dhani dan Dodi, hari dimana aku harus menyatakan perasaanku pada Dirga,
astaga... ini benar-benar peristiwa paling memalukan sepanjang hidupku, aku
menyusuri koridor taman belakang yang merupakan salah satu akses menuju
perpustakaan dengan cepat, dari posisiku saat ini aku bisa melihat sosok
laki-laki tengah duduk dibawah pohon rindang didekat perpustakaan, sepertinya
laki-laki itu begitu terhanyut dengan bahan bacaannya, dengan perlahan akupun
menghampirinya dan berdiri tepat dihadapannya.
“Dirga, kau mau mendengar suaraku
tidak?” ujarku setelah berdiri tepat dihadapannya, dia mendongakkan kepalanya
untuk menatapku karena memang posisiku yang sekarang berdiri sedangkan Dirga
duduk. “Boleh... tapi pastikan suaramu harus bagus” ujarnya sambil menutup
bukunya dan tatapannya mulai fokus melihatku.
“Lagu
ini khusus untukmu, kau harus mendengarnya? Aku jamin suaraku pasti bagus”
ujarku membanggakan diri sendiri dan mulai bernyanyi didepannya
I
wish your love
Nal
barabwa
(Look at me)
I
wish your love
Do
dagawa
(Come to me more)
Hansang
neul bogopa tto senggangna gaseum ttollyowa
( I always miss you and think of you, my heart trembles )
I
wish your love
Non
nekkoya
(You are mine)
I
wish your love
Da
julgoya
(I’ll give you everything)
Noreul
jinja, jinja joahe yeppo michigesso
( I really really like you you’re so pretty I can go crazy)
Memalukan
ini semua terjadi karena aku kalah taruhan dan harus menyatakan perasaanku
menggunakan lagu, apa mereka tidak sadar ini benar-benar menginjak-injak harga
diriku, mereka benar-benar sahabat yang menyebalkan.
“Kau
benar suaramu bagus, tapi apa kau sedang berusaha menyatakan perasaanmu padaku?” tanyanya dengan senyum jahilnya “ak...
aku...aku tidak bermaksud begitu, kau terlalu percaya diri!“ sergahku dengan
suara yang sedikit meninggi, dia masih tersenyum atau mungkin lebih tepat
dikatakan dia sedang menahan tawanya, ingatkan aku untuk menghajar Dodi dan
Dhani setelah ini karena mereka telah memberikan tantangan paling memalukan
seumur hidupku, benar-benar pasangan yang menjijikkan. “Oh benarkah? Aku sangat
kecewa mendengarnya” ujarnya, apa maksudnya? Kenapa dia harus kecewa? Apa
karena suaraku yang terlalu indah? Atau karena aku menyatakan perasaanku dengan
lagu yang tidak dia ketahui? Atau karena sesuatu yang lain, aku menatapnya
dengan wajah yang menunjukkan bahwa aku benar-benar tidak mengerti dengan
maksud kata-katanya. Dia menarik nafasnya dalam lalu mengeluarkannya secara
berlahan dan menunjukkan senyumannya lagi, oh tuhan... kenapa dia begitu tampan
ketika tersenyum seperti itu?
“Baiklah
ayo kita pacaran, kau tidak akan pernah percaya jika aku sebenarnya mengerti
dengan lagu yang baru saja kau nyanyikan untukku” ujarnya sambil mencubit kedua
pipiku dengan gemas dan mulai mengeluarkan tawa sumbangnya, aku heran ketika
dia bernyanyi dia akan mengeluarkan suara bass-nya yang sangat memikat tapi
kenapa jika tertawa suaranya begitu sumbang dan lihatlah wajahnya yang nyaris
seperti pangeran, tapi aku lebih suka mengatakannya pangeran kegelapan.
“Bagaimana
kau bisa mengerti arti dari lagu yang baru saja aku nyanyikan?” ujarku sedikit
ketus dan dengan ekspresi wajah yang menunjukkan ketidaksukaanku
“Itu
karena aku tahu semua tentangmu Kania, apapun itu... aku akan berusaha mencari
tahu asalkan semua itu berhubungan denganmu” ujarnya sambil tersenyum, astaga
bisakah dia berhenti membuat debaran jantungku berdetak diatas normal seperti
ini? Ini membuatku takut.
“Kau
ingin mendengar ceritaku?” tanyanya tiba-tiba dan aku hanya menganggukkan
kepalaku sebagai respon, kami masih berjalan beriringan dengan dia yang masih
menggenggam tanganku dan mengarahkanku untuk duduk tepat disampingnya di bangku
taman belakang sekolah.
“Kau
tidak akan percaya jika aku mengatakan, aku memiliki cinta pertama” ujarnya
mulai bercerita, aku senang dia terbuka padaku meskipun kami baru menjalin
hubungan beberapa menit yang lalu “Kenapa tidak? Bukankah kau sering
menceritakannya pada kami” ujarku dengan nada yang aku paksakan biasa-biasa
saja, dan tatapan yang tidak fokus karena mulai jengah dengan topik yang Dirga
angkat.
“Kau
tahu dia gadis yang cantik” ujarnya padaku, oh... ayolah apakah dia harus
mengatakannya didepanku
“Bahkan
sangat cantik, dia suka tersenyum, dia juga suka sekali dengan warna hitam aneh
bukan?” lanjutnya lagi, ini benar-benar membuatku jengah
“Lalu
kenapa jika dia suka dengan warna hitam? Tidak aneh, aku juga suka dengan warna
hitam” ujarku dengan nada yang mulai jengkel
“Kania,
dia juga suka hujan, bahkan dia selalu bermain hujan seperti anak kecil lalu
dia akan tertawa ketika tetesan hujan itu mengenai wajahnya, dan gadis itu selalu
menarik seluruh poninya kebelakang dan dijepit dengan jepitan hitam polos
diatas kepalanya” ujar Dirga lagi sambil menerawang, seolah-olah dia sangat
mengagumi orang yang sedang dia ceritakan
“Lalu
kenapa kau tidak pergi dengannya saja? Menyebalkan!! sana kejar dia!!” ujarku
dengan berteriak lalu segera beranjak dari tempat dudukku dengan langkah yang
sedikit berlari
“Tunggu
Kania, sebenarnya aku sedang berusaha mengejarnya sekarang, tapi dengan
bodohnya gadis itu kalah taruhan dan dia yang akhirnya mengejarku, tapi aku
senang dengan kenyataan itu” ujarnya dengan tangan yang masih mencekal
lenganku.
“Kau tahu Kania, kukira melihatmu
tersenyum adalah salah satu alasan paling menakjubkan yang pernah kukatakan,
jika kau ibarat lukisan, maka mungkin kau adalah lukisan paling indah yang
membuatku bahkan tak bisa mengatakan ‘aku bosan melihatnya’ “ ujar Dirga sambil mengacak rambutku,
benarkah? Apa ini benar-benar Dirga? Bahkan setahuku Dirga selalu membawa aku,
Dodi, dan Dhani jika dia ingin kencan, dan dia lebih banyak diam bahkan tidak
pernah romantis seperti ini.
“Apa kau
baru saja belajar kata-kata romantis dari Dodi?” tanyaku padanya, dia hanya
terkekeh mendengar pertannyaan dariku
“Bodoh,
mana mungkin... aku tidak sekaku itu, lagi pula kau gadis yang aku suka, mana
mungkin aku akan memperlakukanmu sama dengan gadis-gadis yang mengejar-ejar ku
itu” jawabnya sambil tersenyum dan menggandeng tanganku, aku terus memandangi
tangan kami yang saling bertautan dan membalas senyumnya
“Ayo
kita pulang” ujarnya lagi, aku hanya mengaggukkan kepalaku sebagai respon.
Aku
selalu mencari alasan kenapa aku mencintaimu. Tapi, aku tidak pernah
mendapatkan alasan yang jelas. Apa karena wajahmu yang sangat tampan, atau
karena suaramu yang sangat indah dan menenangkan? Mungkin juga karena kau orang
kaya raya. Tapi, kalau aku mencintaimu karena hal seperti itu, maka suatu saat
nanti jika aku bertemu dengan orang yang lebih baik darimu aku akan berhenti
mencintaimu dan berpaling pada orang lain. Aku tidak mau hal seperti itu
terjadi.
Karena
jantungku selalu berdetak cepat saat melihatmu, hatiku sakit melihat
kesedihanmu, aku merindukanmu walaupun kau disisiku. Apa itu bisa dijadikan
suatu alasan? Karena untuk mencintaimu tidak perlu alasan yang logis bukan?
End
Gimana cerpen abal-abal aku ini? Buat yang udah baca makasih banyak.. Peluk cium untuk kalian dan untuk yang komen (haha gayanya kayak bakalan ada yang komen aja) makasih banget ya buat dukungannya. Aku perlu komentar masukan dan kritikan kalian. Jadi buat kalian yang baca cerita aku ini, aku mohon banget buat komentarnya karna aku juga masih belajar dan perlu masukan dari temen-temen sekalian. Ciaoooo~ deep bow buat semua ^^
0 comments:
Post a Comment