Cerpen "Dalam Deburan Ombak"
Cinta adalah sebuah kata sederhana dengan beribu makna. Sebuah kata yang bisa menyatukan setiap insan didunia, kata yang didasari dengan sebuah perasaan sayang yang mendalam yang hanya dianugerahkan pada hati paling tulus dan termurni tanpa ada setitik kepalsuan apapun didalamnya. Pantai Panjang telah menjadi saksi bisu cintaku. Dimana aku mencurahkan seluruh perasaanku.
Aku terduduk diam ditengah hamparan pasir lembut sembari
menikmati indahnya mentari senja yang menghasilkan bias warna oranye khas di
ujung pantai. Keindahan itupun semakin terasa dengan adanya deretan pohon
cemara yang membuat pantai ini terasa sejuk. Disini, aku masih terdiam dan
terus menghitung waktu ditengah alunan debur ombak yang saling berkejaran, akupun makin tenggelam
dalam lamunanku.
Pantai ini mengingatkanku kembali akan sebuah kenangan
manis yang sempat terlupa. Dimana aku pertama kali melihatnya lagi setelah
sekian lama aku tak pernah melihat sosoknya. Sosok tinggi dan ramping yang
tidak atletis itu adalah sosok yang selalu kunantikan walau dia bukan seseorang
yang berpenampilan sempurna. Akupun tersadar dari lamunanku saat kudengar suara
itu, ternyata hari sudah beranjak malam dan setengah badanku telah basah
terkena ombak. Aku menolehkan kepalaku untuk memastikan pemilik suara itu.
Belum sempat aku mengenalinya diapun memanggilku lagi “ngapain sih kamu disitu?
udah jam berapa ini?” ucapnya sambil mendekatiku.
“Eh kakak, darimana? Udah lama ya kita nggak ketemu?”
tanyaku tanpa menjawab pertanyaannya. Aku bangkit dari dudukku dan sedikit
membersihkan bekas pasir yang menempel di kakiku. “Ya ampun! Dari jam berapa
kamu duduk disini? Kenapa bisa basah gitu?” dia terus bertanya sambil melotot
melihat celanaku yang sudah basah kuyup. “Biasa aja donk kak, kalo orang main
dipantaikan biasanya basah kuyup juga” aku menyeringai dibuat-buat sambil
memutar mataku. “Iya sih basah, tapi mana ada yang main di pantai malam-malam gini.
Nih pakai jaket kakak aja, nanti kamu sakit loh basah-basah gitu.” Rasa
khawatir diwajahnya mulai menghilang saat dia berkata “nggak takut apa duduk
sendiri di tengah pantai? Hanya cewek aneh yang mau-maunya duduk sendiri
ditengah pantai, tengah malam lagi. Dasar cewek aneh” dia mencibir dan
melihatku dengan heran. Itulah dia sosok yang sangat menjengkelkan tapi tetap
perhatian.
Tanpa sadar aku menatap dan memperhatikannya, tiba-tiba dia
menyentuh keningku "hei, kenapa? Ada yang aneh ya? Apa kamu sakit? Tapi
kok nggak panas sih?" aku memalingkan wajahku dan menepis tangannya yang
ada di dahiku hingga terjatuh. "huh dasar cewek aneh" dia mengomel
dan menekuk wajahnya.
"Eh iya, ngapain kakak kesini? Janjian ya?"
selidikku curiga. "Kakak nyariin kamu tau. Mulai dari rumah kamu, anggut,
prapto, pasar minggu, pokoknya satu kota Bengkulu udah kakak kelilingin, eh
kamunya malah ada disini" dia terus mengomel dengan nada kesal. Aku hanya
bisa tertawa melihat tingkahnya itu, dia terus mengomel sambil menendang-nendang
pasir pantai dan benda-benda yang ada di dekatnya. Sadar bahwa aku tak
memperhatikan omelannya, diapun memukul pelan kepalaku "kamu itu bikin
kesel banget ya, dari tadi aku ngomong panjang lebar tapi nggak kamu perhatiin.
Kamu nggak tau apa, kalau aku capek ngelilingin satu kota Bengkulu cuma buat nyariin
kamu." dengan sedikit kesal akupun menjawab "emang kenapa kakak
nyariin aku? Tumben banget, nggak biasanya gitu."
“Nggak kok, cuma kangen aja pengen lihat cewek aneh yang
pernah aku kenal ini nih” ucapnya menunjukku, dia tersenyum simpul dan berjalan
menuju mobil Lamborghini berwarna hitam kumbangnya yang terparkir sembarangan
di pinggir jalan. “Eh, ayo pulang cewek aneh. Ngapain kamu masih melamun
disana? Ayo, kakak antar kamu pulang” teriaknya dari kejauhan. Akupun berjalan
mendekatinya sambil berkata “siapa juga yang melamun, aku Cuma bersihin pasir
yang nempel dicelanaku aja kok. Eh iya, emang kakak mau nganterin aku ya? Basah-basah
gini? Apa nggak takut ikutan basah ya jok mobilnya?”. Diapun masuk ke dalam
mobilnya dan berteriak “mau diantar apa nggak? Kalo terus mengomel gitu kakak
biarin kamu kedinginan disini”. “iya iya, aku mau dasar cowok bawel” aku terus
mengomel sambil berjalan menuju mobilnya.
Kami duduk terdiam selama perjalanan menuju rumah. Kumainkan
jemariku sambil melihat Hpku yang terendam air pantai tadi. Tanpa terasa kamipun
sampai didepan rumahku. Aku bergegas keluar dari mobil dan melambaikan tanganku
padanya “kak Dani makasih ya udah nganterin aku, hati-hati dijalan”.
***
Salah satu hal terbaik tinggal di kota Bengkulu adalah dapat
menikmati indahnya gulungan ombak dan sunset yang sangat memanjakan mata. Hari
iniaku berencana pergi ke benteng Malborough yang merupakan salah satu tempat
wisata bersejarah yang ada di Bengkulu.
Ditempat ini aku menunggu seseorang yang telah mengirimiku
sms untuk datang ke benteng ini dan memintaku menemaninya mengerjakan tugas
sejarah yang diberikan dosennya. Aku berdiri diam di pintu masuk benteng menunggunya
datang sambil memikirkan perkataannya kemarin saat kami bertemu di pantai. Apa
maksud dari perkataannya? “Cuma kangen” kata-kata itu terus berputar di
kepalaku. Apa maksudnya? Apa dia punya perasaan yang sama denganku? Atau dia
hanya meledekku seperti biasanya? Apakah aku tidak salah dengar? Pertanyaan itu
terus datang bergantian di benakku hingga aku tak tahu sudah berapa lama ia
berdiri disampingku.
“Kak Dani baru datang ya?” sapaku terkejut karena
melihatnya sudah ada disampingku. Dia memakai kaus putih serta jeans hitam yang
menonjolkan postur tinggi tubuhnya, itu semua sangat pas dibadannya dan dia
juga selalu memiliki tatanan rambut yang terkesan sangat acak-acakan tetapi
tetap saja semua itu membuatnya terlihat sangat memukau. “Bahkan kamu nggak
tahu sudah berapa lama aku berdiri disini? Disampingmu? Sebenarnya apa yang
kamu pikirkan sampai-sampai kamu tidak menyadari kehadiranku?” sambil
menggeleng-gelengkan kepalanya diapun menggodaku “kamu mikirin cowok ya? Siapa?
Pacar baru? Atau orang yang kamu suka? Kok nggak cerita sama kakak sih?” “Ih
kakak, udah donk aku bukan mikirin cowok tau” aku tersenyum malu. “Aku hanya
kepanasan aja nungguin kakak disini, lama banget kakak datang” aku mengalihkan
pembicaraan. Dia menepuk-nepuk bahuku dan berkata “apapun itu, jangan suka
melamun lagi ya. Nggak bagus loh cewek suka melamun sendirian. Ayo masuk!” Dia
menggandeng lenganku dan tersenyum. Senyum itu, seberkas senyum tipis terlukis
diwajahnya, senyum yang sangat memseonaku. “Eh ayo donk, katanya panas disini”
ajaknya lagi sambil menarik lenganku. “Iya-iya ayo kak” jawabku sambil
mengikuti langkahnya.
“Kita mulai darimana kak? Meriam? Penjara? Atau bagian atas
benteng?” tanyaku. “Hmm.. kurasa bagian atas benteng cukup memberikanku
inspirasi” sahutnya bersemangat. Aku hanya mengangguk pelan dan mengikutinya.
Sesampainya kami dibagian atas benteng, mata kami tertuju
pada pemandangan pantai Tapak Paderi yang sangat indah. Cuacanya sangat
bersahabat saat itu, membuat langit kota Bengkulu terlihat menawan, langit yang
bertahtakan susunan awan putih bersih yang menggantung bergerak perlahan dengan
paparan cahaya matahari menyinari setiap sudut kota, sungguh keindahan yang tak
dapat dilukiskan. Belum selesai aku merengguk semua keindahan itu, lamunanku
terpecahkan dengan sentuhan lembut di bahuku “kita foto yuk untuk
kenang-kenangan” senyum menyeringai itu kembali terlukis diwajahnya, aku hanya
membalas perkataannya dengan sebuah anggukan pelan.
Setelah puas menikmati pemandangan di benteng Malborough,
kami pergi mencari makanan untuk mengganjal perut dan lalu pergi berkeliling
untuk menikmati keindahan lain yang ada di kota Bengkulu. “Kita ngapain lagi
ya? Mau main air?” tanyanya padaku, aku mengangguk pelan sebagai tanda setuju. Setelah
puas berkeliling, kamipun menuju tempat favorit kami yaitu pantai Panjang.
Sesampainya disana, dia langsung berlari kegirangan menuju
segulung ombak yang cukup tinggi. Dia terus berlari mendekat saat gulungan
ombak itu jauh dan berlari menjauh saat ombak itu mulai mendekati kakinya.
Senyum sumringah tergambar diwajahnya saat sebuah gulungan ombak membasahi
sebagian kakinya. Aku tertawa dan
menggeleng-gelengkan kepalaku saat melihatnya. Dia sangat lucu, tingkah
kekanakannya itu sangat tidak sesuai dengan penampilannya yang sangat dewasa. Tanpa
sadar pandanganku terpaku padanya. “Elena, sedang apa kamu disana? Apa ada yang
salah? Kenapa kamu tidak ikut bermain seperti biasanya?” tanyanya membuyarkan
lamunanku. “Nggak kak masih panas banget nih, aku akan menyusulmu saat teduh
nanti” “baiklah Elenaku” senyum kembali tergambar diwajahnya yang terlihat
sedikit mutung terbakar terik matahari siang itu. Tunggu.. Elenaku? Apa
maksudnya itu? Sejak kapan dia memanggilku dengan nama itu? ‘Elenaku’ apa
maksudnya? Sebenarnya ada apa dengannya? Sikapnya belakangan ini membuatku
bingung. Apakah dia tahu apa yang kurasakan atas kehadirannya? Pertanyaan itu
terus berputar di benakku. Arrggghhh semua ini membuatku gila.
Hari sudah mulai teduh, akupun berjalan menghampirinya yang
sudah basah lebih dari setengah badannya. Melihat bajuku yang masih belum
tersentuh air, diapun menyeretku untuk ikut dengannya. Aku mengejarnya dan
bertujuan ingin mendorongnya hingga ia tersungkur tapi tetap saja aku kalah dan
jatuh tersungkur. Tentu saja aku kalah melawan seorang pemuda yang memiliki
tinggi 183cm itu. Kami menghabiskan sisa hari itu dengan terus bercanda. Satu
hari yang sangat sempurna itu ditutup dengan gerimis yang turun tiba-tiba disenja
itu.
***
Pagi yang cerah menyambut kehadiranku di pantai itu. Mentari
pagi mulai menduduki singgasananya. Semilir angin membelai lembut wajahku membuat
aku merasa nyaman ada disini. Rasa nyaman itu mengingatkanku akan kejadian
seminggu yang lalu, kejadian itu terasa bagaikan sebuah mimpi indah bagiku. Panggilan
itu, pertamakalinya dia memanggilku dengan nama asliku. Aku bahkan tak ingat
jika dia mengetahui namaku. “Beep beep” tiba-tiba hp-ku berbunyi membuatku terbangun
dari lamunanku.
“Elena, ayo kita ketemu. Udah lama kita nggak
kumpul-kumpul. Aku tunggu di kafe biasanya ya.”
Aku tersenyum membacanya, ternyata sahabatku Mika yang
mengirimiku sms ini. Ahh.. sudah berapa lama kami tak bertemu? Ada banyak
sekali hal yang ingin aku ceritakan padanya terutama tentang kak Dani, ah iya
kak Dani. Bagaimana kabarnya saat ini? Sudah seminggu aku tak bertemu dan
mendengar kabarnya lagi. Kenapa aku merasa ada yang hilang dari hidupku? Apa
ini? Apa aku merindukannya? Mengapa hatiku terasa hampa saat aku menyadari hal
ini? Arrrgghhh, aku mengacak-acak rambutku, semua ini membuatku gila, oh iya
aku hampir lupa Mika sudah menungguku.
Aku bergegas menuju BIM untuk menemui sahabatku. Ternyata
dia sudah menunggu di plataran salah satu kafe disini.
“Aduh Elena.. kamu kemana aja sih? Kok lama banget?” dia
mengomeliku dengan gaya cerewetnya yang khas. “Maaf Mika, aku hampir lupa tadi
hehe.” aku sedikit terkekeh menjawab pertanyaannya. “Ck ck ck, kebiasaan lamamu
ternyata belum hilang ya” sahabatku itu hanya menggeleng-gelengkan kepala
melihat tingkahkuh. “Ayo masuk Mika” aku menggamit lengannya dan masuk ke kafe
bersamanya.
Kamipun mengambil posisi tempat duduk di sudut ruangan kafe
yang memberikan sudut pandang sempurna saat memandang keluar. Aku menyibukkan
diriku dengan memandang kendaraan yang lalu-lalang diluar kafe yang melaju
dengan cepatnya, aku mencoba untuk memandang lebih jauh lagidan terlihatlah
debur ombak dibawah rindangnya pohon cemara yang berderet di sepanjang tepi
pantai itu.
Kesibukanku terhenti ketika seorang pelayan muda dengan
perawakan yang lumayan tinggi menghampiri meja kami. “Mau pesan apa mbak?” sapanya
lembut kepada kami. Kamipu mulai sibuk memilih menu apa yang akan kami pesan,
aku memilih milkshake stroberi dan seporsi nasi goreng sedangkan sahabatku
memesan jus mangga dan seporsi kentang goreng. Setelah pelayan itu pergi, aku
dan sahabatku mulai berbincang tentang kegiatan kami masing-masing.
Kemudian sebuah pertanyaanpun tercetus darinya “eh iya,
kamu masih berhubungan sama kak Dani? Gimana perasaan kamu? Masih sama nggak
sama dia?” Aku hanya tersipu malu mendengar pertanyaan darinya sambil berkata
“ah kamu masih inget aja ya. Kami sempat hilang kontak selama beberapa bulan,
tapi aku bertemu lagi dengannya di pantai itu” aku menunjuk debur ombak pantai
Panjang yang tampak indahnya dari tempat kami. Aku menghela napas panjang dan
melanjutkan “aku masih menyukainya, tapi aku masih tetap tak tahu tentang
perasaannya padaku. Seperi biasanya dia memang bersikap baik dan cuek, tapi
belakangan sikapnya ini sangat berbeda”.
“Berbeda? Beda gimana? Apa dia ngejauhin kamu? Atau dia
bersikap kasar sama kamu?” wajah cerianya berubah serius. Pelayan tadi kembali
ke meja kami untuk mengantar pesanan. Aku menyuapkan sesendok nasi goreng ke
mulutku dan cepat-cepat menelannya sebelum aku menjawab pertanyaannya “bukan
Mika bukan ngejauhin ataupun kasar sama aku. Tapi kan kamu tahu sendiri dia
nggak pernah manggil nama aku, biasanya dia memanggilku dengan sebutan cewek
aneh ataupun ejekan-ejekan lain.” Mika hanya menatap sepiring kentang goreng
yang ada dihadapannya saat dia mendengar jawabanku. “Dia juga bilang kalo dia
kangen sama aku. Aku jadi bingung, apa aku yang salah menerjemahkan maksudnya?
Semua kata-kata dan perhatiannya padaku sungguh membuatku bingung. Mika, apa
kak Dani punya perasaan yang sama sama aku? Apa dia tahu perasaanku? Atau cuma
aku yang salah pengertian akan sikapnya? Ahhh aku bingung Mika.”
“Elena, sepertinya dia menyukaimu juga dan menurutku dia
itu orang yang tidak bisa terus terang mengungkapkan perasaannya. Kalo aku sih
nyaranin kamu untuk ungkapin aja perasaan kamu ke dia, kan nggak ada salahnya”
Aku terkejut mendengar jawabannya “apa? Mana mungkin aku
ungkapin perasaanku Mika. Apa kamu bercanda?” Nada bicaraku terdengar lebih
tinggi dari yang kuniatkan. “Santai aja donk, aku kan cuma ngasih saran. Ya
udah deh, kita makan aja dulu” dia menjawab enteng lalu mulai memakan kentang
goreng pesanannya.
Aku memikirkan perkataan sahabatku, mungkin dia benar,
mungkin aku harus menuruti saran Mika. Tapi apa aku bisa? Benarkah aku harus
mengungkapkan perasaanku? Ahh aku tak tahu apa yang harus aku lakukan.
“Heh, kamu mikirin apa lagi sih? Mikir kak Dani lagi ya?
Jangan suka melamun, nggak bagus tahu. Lagian nasi goreng kamu udah dingin
tuhh”
“Ih siapa juga yang melamun, aku baru mau makan nih”
Setelah selesai makan, kami berdua memutuskan untuk
menghabiskan sisa hari itu dengan berkeliling di sekitar pantai.
***
“Elena apa kabar? Hari ini ada waktu luang nggak? Bisa
temenin kakak sebentar? Kakak tunggu ya di tempat biasa.”
Pesan singkat dari kak Dani menjadi ucapan selamat pagi
untukku di hari itu. Setelah membaca pesan itu aku bergegas mengganti baju
kausku dengan gaun hitam pas badan yang kupadukan dengan sepatu ber-hak tinggi
yang senada dengan bajuku.
Saat aku hendak keluar dari rumahku, aku melihat
lamborghini berwarna hitam kumbang sudah terparkir rapi di halaman “ahh
ternyata dia menjemputku” ucapku dalam hati. Aku langsung bergegas keluar dan
mendapatinya sedang duduk terpaku di kap depan mobilnya. Dia mengenakan kemeja
biru langit pas badan yang dipadukan dengan celana jeans senada dan jangan lupa
tatanan rambut berantakannya yang membuatnya tampak sangat mempesona.
“Elena, kamu cantik sekali dengan gaun itu” walau dia
mengatakannya dengan suara pelan aku dapat mendengarnya dengan jelas dan
melihat sebuah senyum simpul yang terlukis diwajahnya saat dia mengatakannya.
“Selamat pagi” ucapnya saat aku sudah berada tepat didepannya. Aku hanya
mengangguk pelan seraya berkata “selamat pagi juga kak. Kemana kita hari ini?”
“Ayo masuk, aku akan mengajakmu ketempat yang sangat
spesial”
Aku hanya mengikutinya tanpa tahu tujuan kami yang
sebenarnya. Sepanjang perjalanan, aku menyibukkan diriku dengan beberapa
pertanyaan yang terus muncul di pikiranku. Tempat spesial? Tempat apa yang dia
maksudkan? Dia mau mengajakku kemana? itulah yang terus terlintas dalam benakku.
“Kita sudah sampai, ayo turun” perkataannya membuatku
terkejut dan refleks aku langsung turun dari mobil.
Sebuah pintu besi besar dengan ukiran kata-kata yang terukir
indah berdiri kokoh dihadapanku. “Benteng Malborough? Ini tempat spesial yang
kakak maksud? Bukankah minggu lalu kita sudah datang kemari? Apa kakak ada
tugas sejarah lagi?”
“Sabar nona manis, coba tebak apa yang tidak seperti
biasanya dari benteng ini hari ini?” nada suaranya sangat misterius. Belum
sempat aku menjawabnya dia sudah melanjutkan perkataannya lagi “Ahh sudahlah
terlalu lama jika kamu memikirkannya dulu, betulkan Elena?” dia menatap mataku
dalam dan melanjutkan perkataannya “hari ini aku sengaja mempersiapkan beberapa
kejutan untukmu. Salah satunya adalah pintu benteng ini. Orang-orang tidak
pernah memperhatikan betapa megah benteng ini jika dilihat dengan pintu
tertutup” senyum tipis mengakhiri kalimatnya, yang membuatku semakin bingung.
Ternyata dia benar juga, benteng ini tampak sangat menawan
dan membuatku penasaran apa saja yang ada didalamnya dengan pintu yang tertutup
ini, walaupun aku sering berkunjung kesini, tapi rasa penasaran itu tetap saja
datang saat aku melihat pintu itu tertutup. Tiba-tiba pintu itu terbuka
perlahan dengan bunyi berdecit yang membuatku terkejut.
Dia mengajakku masuk langsung menuju ke bagian atas
benteng, dan tampaklah pemandangan yang tak biasa. Pemandangan matahari terbit
yang sangat memanjakan mata, membuatku merasa nyaman. Dia tampak menutup mata
dan membentangkan tangannya seraya menghirup udara dalam-dalam sembari berkata
“Elena, apa kamu tahu bagaimana perasaanku? Ya aku merasa sangat bahagia.” Dia
membuka mata dan menurunkan kedua tangannya lalu menatapku “apa yang kamu
rasakan?” tanyanya. Aku menunduk menimbang apakah aku harus jujur tentang
perasaanku yang sebenarnya? Mungkin lebih baik aku bertanya padanya. Aku
berdebat dengan diri sendiri didalam hatiku, akhirnya akupun membuat sebuah
keputusan. Aku memberanikan diriku untuk bertanya “kakak, aku mau tanya. Apa
kakak sayang sama aku?” akhirnya aku mengatakannya.
“Hahahahaha Pertanyaan macam apa itu? Tentu saja aku
menyayangimu Elena” dia tertawa terbahak-bahak menjawabnya.
“Kakak aku serius tahu, ayo donk jawab dengan jujur kak”
aku menjawabnya dengan nada serius.
Tiba-tiba dia berhenti tertawa dan berkata dengan nada
serius “ya Elena tentu saja aku menyayangimu, itulah alasanku membawamu kemari.
Karena ini akan menjadi tempat yang spesial Elena”. Aku menghela napas lega
mendengar perkataannya. Belum sempat aku menjawab, dia melanjutkan kata-katanya
“tempat ini akan menjadi saksi bisu cintaku Elena. Besok aku akan melamar
kekasihku disini. Sebelum masuk tadi aku sudah bilang kalo aku sudah mempersiapkan
kejutan untukmu kan? Ya itulah kejutannya. Bagaimana menurutmu? Ide yang hebat
bukan? Aku sangat menyayangimu dan aku sudah menganggapmu sebagai adik kecilku,
karena itu aku mengajakmu kasini dan memberitahumu tentang ini. Aku takut
membuatnya kecewa jika aku salah memilih tempat. Bagaimana menurutmu Elena?”
Aku hanya terdiam mendengarnya. Aku berusaha membendung air
mataku, dadaku terasa penuh sesak menahan sakit dan kecewa yang kurasa. Aku
menundukkan kepalaku, tulangku serasa remuk, aku merasa tak dapat berdiri lagi,
seluruh badanku bergetar. Aku berusaha menenangkan diri dan berkata dengan
suara pelan “pilihan yang sangat bagus kak” suaraku bergetar. Aku membendung
airmata yang ingin keluar dengan sebuah senyum yang kupaksakan akupun
mengangkat kepalaku dan menatap matanya “dia akan sangat menyukainya, ini adalah
tempat yang sangat sempurna” aku menghela napas panjang lalu berkata “Oh iya
kak aku hampir lupa, hari ini aku ada janji sama Mika. Mungkin dia sudah
menungguku sekarang. Maaf kak aku nggak bisa nemenin kakak sampai selesai. Aku
pergi duluan ya?” Hanya itu yang mampu ku ucapkan padanya aku langsung
membalikkan badanku dan berjalan menuju pintu utama benteng “kamu janjian
dimana? Biar kuantar ya?” suaranya menghentikan langkahku. Aku hanya
menggelengkan kepalaku, kembali berjalan keluar dan berniat untuk mencari
kendaraan umum yang bisa mengantarkanku ke pantai itu.
***
Aku terbaring tak berdaya diatas hamparan pasir, membiarkan
badanku yang tersengat panasnya sinar matahari basah diguyur ombak. Dadaku sesak,
jantungku berdegup cepat, tubuhku terasa lemas, napasku tersendat-sendat, air
mataku terus terjatuh tanpa henti. Hatiku hancur, hidupku serasa hancur, semua
yang kulakukan hanya berakhir sia-sia. Sikap manisnya itu ternyata bukan karena
dia mempunyai perasaan yang sama padaku, ternyata perasaannya hanya sebatas
sayang terhadap adik perempuan. Aku bertanya-tanya dalam hatiku, mengapa aku
begitu bodoh? Mengapa aku salah mengartikan perasaannya? Besok dia akan melamar
kekasihnya, wanita itu akan menjadi pemdamping hidupnya, dia adalah wanita yang
beruntung.
Walau remuk redam hatiku, kupaksakan bibirku untuk
tersenyum. Tapi saat ini, disini, aku ingin menghabiskan air mataku hingga aku
tak lagi dapat menangis. Aku ingin menghabiskan semua rasa sedihku agar aku tak
lagi bisa merasa sedih. Akan kusimpan perasaanku, takkan kubiarkan dia
mengetahui hal ini, aku ingin terus melihat senyum bahagia yang terukir indah
diwajahnya bagaikan mentari senja di pantai ini. Akan kuukir semua kenangan
indah yang telah kita lalui bersama, walau aku hanya sebatas adik bagimu.
***
Pantai Panjang, saksi bisu perasaanku ini akan setia
menemaniku, mendengar semua ceritaku, dan menyimpan semua rahasiaku. Selamat
jalan cinta pertamaku, semoga hidupmu selalu dalam balutan kebahagian seperti matahari
senja yang selalu memberi balutan warna oranye indah disetiap sudut pantai ini.
Aku akan terus mencintai ombak ini, ombak yang selalu setia kembali walau
sejauh apapun jarak yang harus ditempuhnya.
Hidup adalah perasaan senang, sedih, dan marah yang
berkumpul menjadi satu membentuk sebuah harmoni indah yang ada didalam hati
setiap insan didunia. Disetiap kehidupan manusia selalu ada hal-hal yang tidak
mereka inginkan untuk terjadi tetap terjadi. Perasaan itu bagaikan ombak yang
tanpa henti-hentinya menerpa sebuah batu karangbesar. Walau terpaan ombak akan
mengikis permukaannya, batu karang itu terus berdiri dengan gagahnya karena
kikisan itu akan menjadi pasir yang indah dan berkilau.
Itulah kehidupan, setiap kejadian yang membuat kita merasa
senang, sedih, ataupun marah, adalah terpaan ombak kehidupan yang akan sedikit
demi sedikit mengikis kita. Akan tetapi, kikisan ombak kehidupan itu akan
membuahkan pasir yang indah dan berkilau nantinya.
~THE END~
Cerpennya gaje ya? Kekeke, I know that^^ Tapi, saya akan tetap terus menulis. Karena, menurut saya menulis itu bisa mengembangkan mimpi dan harapan saya. Menulis juga bisa menumpahkan semua rasa sakit, senang, sedih, bahkan marah yang saya rasakan.. Thanks banget untuk readers setia yang udah nyempetin waktunya untuk baca cerita ini.
Yang pasti, RCL (Read+Comment+Like) Please ^^
0 comments:
Post a Comment